Kamis, 12 Juni 2014

Puisi

LELAKI HALILINTAR

lelaki segarang halilintar
tak peduli nasib
darah kijang
tumpah ke bumi
serupa hujan sore hari
seperti kemarin dulu
lelaki segarang halilintar
siap memanah kijang

semak belukar pun berseru:
jangan bunuh kijang
sebab takdir masih memintanya
berlarian di rembulan
jangan bunuh kijang
sebab denyut napasnya
arkeologi kemuliaan

lelaki seganas halilintar
menjawab:
tugasku memanah lumpuhkan
setiap sengal napas kijang
aku tak ada waktu
mencernakan setiap butir
keluh kesah yang entah

tiba tiba
rembulan bersedu sedan
rembulan nestapa
mengapa tak jua berhenti
lelaki halilintar
memanah kijang

Pancasila Era Orde Baru

   Setelah lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden,
selanjutnya Jenderal Soeharto yang memegang kendali terhadap
negeri ini. Dengan berpindahnya kursi kepresidenan tersebut, arah
pemahaman terhadap Pancasila pun mulai diperbaiki.
Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan,
“Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama
sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila
harus diamalkan (Setiardja, 1994: 5). Jadi, Pancasila dijadikan sebagai political force di
samping sebagai kekuatan ritual. Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968 Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 42).
   Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968
yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu:
Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
   Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968.

Pancasila Era Orde Lama

  Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden.
  Pandangan tersebut yaitu mereka yang memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk “kembali ke Undang- Undang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta
sebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetuju ‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun, kedua usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante (Anshari, 1981: 99).
   Majelis (baca: konstituante) ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Kejadian ini menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit Presiden tersebut berisi:
1. Pembubaran konstituante;
2. Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara.

Konstitusi dan Undang-Undang Dasar

   Kata ‘konstitusi” yang berarti pembentukan, berasal dari kata “constituer” (Perancis) yang berarti membentuk. Sedangkan istilah “undang-undang dasar” merupakan terjemahan dari bahasa Belanda
“grondwet”. “Grond” berarti dasar, dan “wet” berarti undang-undang. Jadi Grondwet sama dengan undang-undang dasar. Namun dalam kepustakaan Belanda dikenal pula istilah “constitutie” yang artinya juga undangundang dasar. Dalam kepustakaan hukum di Indonesia juga dijumpai
istilah “hukum dasar”. Hukum memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan undang-undang. Kaidah hukum bisa tertulis dan bisa tidak tertulis, sedangkan undang-undang menunjuk pada aturan
hukum yang tertulis.
   Atas dasar pemahaman tersebut, konstitusi disamakan pengertiannya dengan hukum dasar, yang berarti sifatnya bisa tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar adalah hukum dasar yang
tertulis atau yang tertuang dalam suatu naskah/dokumen. Dengan demikian undang-undang dasar merupakan bagian dari konstitusi. Sedangkan di samping undang-undang masih ada bagian lain dari hukum dasar yakni
yang sifatnya tidak tertulis, dan biasa disebut dengan konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi ini merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara
walaupun tidak tertulis.

Perubahan Pendidikan ke Masa Depan

   Dalam Konferensi Menteri Pendidikan Negara-negar berpenduduk besar di New Delhi tahun 1996, menyepakati bahwa pendidikan Abad XXI harus berperan aktif dalam hal; (1) Mempersiapkan pribadi sebagai warga negara dan anggota masyarakat yang bertanggung jawab; (2) Menanamkan dasar pembangunan berkelanjutan (sustainable development) bagi kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan hidup; (3) Menyelenggarakan pendidikan yang berorientasi pada 3 penguasaan, pengembangan, dan penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan seni demi kepentingan kemanusiaan.
   Kemudian dalam konferensi internasioanl tentang pendidikan tinggi yang diselenggarakan UNESCO di Paris tahun 1998 menyepakati bahwa perubahan pendidikan tinggi masa depan bertolak dari pandangan
bahwa tanggungjawab pendidikan adalah; (1) Tidak hanya meneruskan nilai-nilai, mentransfer ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, tetapi juga melahirkan warganegara yang berkesadaran tinggi tentang bangsa dan kemanusiaan; (2) Mempersiapkan tenaga kerja masa depan yang
produktif dalam konteks yang dinamis; (3) Mengubah cara berfikir, sikap hidup, dan perilaku berkarya individu maupun kelompok masyarakat dalam rangka memprakarsai perubahan sosial yang
diperlukan serta mendorong perubahan ke arah kemajuan yang adil dan bebas
   Agar bangsa Indonesia tidak tertinggal dari bangsa-bangsa lain maka Pendidikan nasional Indonesia perlu dikembangkan searah dengan perubahan pendidikan ke masa depan. Pendidikan nasional memiliki
fungsi sangat strategis yaitu “mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa” Tujuan Pendidikan nasional “
berkembangnya potensi peserta anak didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”
   Pendidikan Kewarganegaraan (citizenship education) di perguruan tinggi sebagai kelompok MPK diharapkan dapat mengemban misi fungsi dan tujuan pendidikan nasional tersebut. Melalui pengasuhan
Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi yang substansi kajian dan materi instruksionalnya menunjang dan relevan dengan pembangunan masyarakat demokratik berkeadaban, diharapkan
mahasiswa akan tumbuh menjadi ilmuwan atau profesional, berdaya 4 saing secara internasionasional, warganegara Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

Jumat, 21 Maret 2014

"Masuk Dunia Politik Bukan Hanya Modal Nge-top Saja”



Menggeluti dunia kerja seharusnya memiliki kesiapan fisik maupun mental bukan cuma itu saja dalam suatu pekerjaan juga seharusnya memiliki pengetahuan atau pengalaman tentang pekerjaan itu sendiri, dan sudah mempersiapkan tanggung jawab untuk pekerjaan itu, sifat jujur, adil, dan bijaksana seharusnya dapat dimiliki oleh petinggi-petinggi negara.
 Dan tentunya pendidikan juga harus sesuai, apalagi bekerja didunia politik adalah hal yang sangat serius. Dan pada saat ini sedang ramai-ramainya para artis ingin menjadi caleg karena merasa dirinya dikenal oleh orang banyak hanya sebatas untuk mencari kekayaan suara. Bahkan dari salah satu artis yang mencalonkan dirinya ketika ditanya apakah anda mengerti tentang politik? Jawabannya adalah “saya belajar sambil terjun kedunia politik” apakah mungkin seseorang yang harus mengelola negara bisa dijadikan kelinci percobaan atau coba-coba yang dikhawatirkan kalau hal itu menjadi kenyataan negara kita akan ketinggalan lebih jauh lagi dibanding dengan negara-negara lain.
Tetapi kita tidak bisa mungkir sebab fakta menyatakan publik pigurlah yang mendapatkan suara terbanyak, lalu kemudian bagaimana sebaiknya sikap pemilih yang cerdas? Yang faktanya  minoritas, terkadang orang mau bereaksi tetapi dalam posisi diam.
Didesa untuk mensosialisasikan kandidat terkendala sebab mereka tetap memiliki prinsip menjatuhkan pilihannya kepada orang yang memiliki kepopuleran dalam hal ini orang yang memiliki piguralisme yang dikenal dikalangan umum, sebab ada pepatah sesuatu yang tidak dikenal sulit untuk menyayanginya. Apakah dengan fenomena semacam ini masih akan tetap berlaku bahwa suara terbanyak itulah yang terbaik sedang pemilih mayoritas yaitu pemilih-pemilih yang sumber daya manusia (SDM) yang kadarnya rendah. Hal inilah tantangan yang harus dipersiapkan oleh orang-orang yang memiliki sumber daya manusia yang berbobot.
            Dan sayangnya masyarakat awam melihatnya hanya dari sisi sensasi bukan subtansi, yang tidak mempedulikan pendidikan dengan diiming-imingin popularitas tentu saja masyarakat lebih memilih orang yang lebih terkenal, sehingga partai-partai politik manapun mengajak artis-artis untuk dapat mendapatkan kursi terbanyak. Seolah-olah partai politik itu berlomba-lomba dan mempermainkan bangku politik, yang memilih artis untuk jadi kandidat yang kita tahu bahwa mereka memiliki pendidikan yang minim tentang politik tentunya kita tidak ingin dong wakil rakyat kita adalah orang yang tidak bisa dalam bidang politik yang dimana mereka adalah calon wakil rakyat, dengan pendidikan yang tinggi dan dasar yang kuat tentunya untuk kedepannya bisa menjadi kuat sehingga tidak menimbulkan korupsi atau kesalahan yang nantinya terjadi didalam politik itu sendiri karna mereka sudah dibekali ilmu yang cukup.
            Yang terjadi saat ini yaitu pendidikan caleg sendiri tidak menjadi sorotan tetapi yang disorot itu ialah kepopulerannya hal itulah yang menjadi modal utama bagi seorang artis yang ingin mencalonkan dirinya, faktor pendidikannya bahkan sama sekali tidak disorot dalam kehidupannya, bahkan kita saja tidak tahu dia sarjana atau bukan, yang kita tahu hanya popularitas mereka didunia antertaiment saja tanpa kita tahu popularitasnya didunia politik.
             Andai seorang piguralis diusung oleh masyarakat untuk menjadi seorang pemimpin walau sebatas sensasi tetap mengingat masyarakat membutuhkan pemimpin yang mereka kenal sebagai kandidat harus menyadari itu suatu kepercayaan masyarakat yang perlu disyukuri namun untuk tidak mengecewakan kepercayaan itu kandidat harus mulai menyadari akan kekurangan didalam keilmuan seorang pemimpin, sebab tidak tertutup kemungkinan suatu saat berkembangnya pola pikir masyarakat akan bergeser dari sensasi akan kesubtansi.
            Kalau kita perhatikan para politisi yang selalu kontroversi dalam pemahamannya ada kemungkinan sistem yang perlu diperbaiki tetapi hal itupun belum tentu menyelesaikan masalah sebelum diri bagi pemimpin memiliki kepentingan pribadi atau golongan yang artinya tidak negarawan.
            Kalau saya boleh berpendapat sah-sah saja seorang piguralius menjadi seorang pemimpin, sebab masyarakat ada diantaranya yang mau mentaati aturan cara penyampaian tidak harus selalu idealis tetapi perlu bumbu-bumbu dalam hal mengolah suatu masakan agar sajiannya sesuai keinginan dengan masyarakat.
            Ketika seseorang ingin menjadi politisi harusnya memiliki keterampilan sebagai politisi juga, bukan popularitas saja yang diutamakan atau mereka masuk kedunia politik sambil belajar, dunia politikkan bukan ajang untuk coba-coba untuk mendapatkan suara terbanyak atau fasilitas saja mereka melakukan itu sepertinya dunia politik bukan seperti itu, ini uang rakyat dan untuk rakyat bukan sebuah keehidupan mewah saja yang bisa didapat sebagainya para politik bisa lebih mementingkan urusan rakyat yang tidak terealisasi, tapi sepertinya sulit dengan kebudayaan yang sekarang yang makin banyak saja artis jadi caleg.
Didalam kehidupan era globalisasi ini mau tidak mau harus diterima tuntutan masyarakat apresiasinya meningkat, lalu kemudian sebagai piguralis atau kandidat yang terpilih haruslah tiada hari tanpa inopatif.
            Pemimpin yang mau merubah dirinya sendiri demi masa depan bangsa dan negara saya rasa kehidupan bangsa kita kedepan akan tercipta aman, tertib, sejahtera, dan damai.
            Dan sebaiknya yang disorot itu sebuah pendidikan bukan kepopuleran semata dan pemerintah serta partai-partai politik lain yang menginginkan seorang artis jadi caleg sebaiknya melihat mereka dari sisi pendidikan yang memang sudah menjadi modal untuk bisa menjadi seorang pemimpin atau pejabat tinggi.
            Sebaiknya juga adanya semacam pelatihan atau pengenalan tentang dunia politik tersebut kepada para kandidat sehingga itu juga bisa menjadi modal utama bagi meraka yang akan mencalonkan diri sehingga mereka juga tidak kaget ketika sudah masuk kedalam dunia politik, dan dunia politik juga tidak menjadi kelinci percobaan, yang dimana mereka hanya ingin mencoba bagaimana menjadi petinggi negara, tetapi mereka juga harus mengerti apa itu fungsinya politik ada apa pekerjaan mereka.
            Dan pelatihan atau pengenalannya bisa dilakukan dalam waktu yang dibilang cukup mapan 2-3 tahun mereka mengenal yang namanya dunia politik baru mereka siap untuk terjun kedunia politi itu sendiri, dan pemerintah atau partai harus selektif untuk dapat memilih kandidat-kandidat yang akan maju sebagai wakil rakyat itu sendiri, sepeti dilihat dari pendidikan dia yang sudah sarjana, tentunya harus berkualitas jangan hanya kuantitas saja, dan mengandalkan popularitas.
            Dan artis juga sah menjadi anggota politik asalkan saratnya dipenuhi bila seseorang tersebut sudah menyelesaikan seleksi mekanisme internal partai, dan memenuhi persyaratan administrasi sesuai dengan aturan, seperti ijazah, kemampuan dan pemahaman dia didalam dunia politik tersebut.
            Siapapun, termasuk artis jika ingin menjadi caleg harus menyelesaikan penyeleksian tersebut sehingga caleg itu benar-benar memiliki kualiatas, sebab didalam peraturan pemerintah juga memberi tanggung jawab kepada partai politik untuk merekrut kandidat secara transparan.
            Dan sang artis juga harus melalui seleksi di KPU nanti seperti uji seleksi kesehatan, ijazah dan usia yang sudah ditentukan bila seorang tersebut sudah terpenuhi saratnya tentu saja  tidak boleh dilarang untuk menjadi kandidat karna syaratnya sudah terpenuhi.